Langsung ke konten utama

Postingan

Kemegahan Upacara Tedhak Loji di Kasunanan Surakarta tahun 1861-1942

Pada masa dahulu di Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta , upacara tedhak loji merupakan prosesi hadirnya Sri Sunan atau Sri Sultan pada suatu acara resmi yang diadakan di loji rumah dinas residen atau gubernur. Keberangkatan raja dari keraton menuju loji disertai dengan kirab akbar yang terdiri dari parade kereta kebesaran, serta di ikuti oleh barisan para bangsawan dan pejabat tinggi bersama para abdi dalem dan prajurit keraton. Selain sebagai simbol ikatan antara kerajaan-kerajaan Vorstenlanden dengan pemerintah Hindia Belanda, prosesi megah yang selalu menjadi tontonan masyarakat itu juga menjadi ajang unjuk kewibawaan oleh para raja dan bangsawan Jawa terhadap rezim kolonial.   Upacara tedhak loji di kerajaan-kerajaan pecahan Kesultanan Mataram diperkirakan telah berlangsung sejak tahun 1800-an, pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono IV di Surakarta, atau semasa Sultan Hamengkubuwono III dan Sultan Hamengkubuwono IV di Yogyakarta. Upacara tersebut lahir sebagai ko
Postingan terbaru

Sultan Serdang melawat ke Jepang - Kisah Raja Melayu Sumatera Timur yang Anti-Belanda

  Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah “De Sultan van Serdang is een zeer eigenaardig persoon; Sultan Serdang adalah seorang yang aneh. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri, dan melihat setiap pegawai pemerintah Hindia Belanda sebagai musuh bebuyutannya.” Begitulah kalimat penghinaan yang terdapat dalam salah satu laporan serah terima jabatan seorang pejabat kolonial Belanda, terhadap Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah, sultan Melayu Serdang yang telah menduduki singgasananya sejak tahun 1881. Di Kesultanan Serdang, sebuah negeri Melayu yang terletak di pesisir timur Pulau Sumatera bagian utara, Sultan Sulaiman telah masyur sebagai pemimpin yang konsisten menentang hegemoni dan kuasa rezim kolonial Hindia Belanda atas negerinya.   I. Takhta dan Kehormatan Bangsa   Pada tahun 1865, penjajah Belanda datang dan menaklukkan Kesultanan Serdang, mematahkan perlawanan Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah. Tepatnya di tanggal 3 Oktober, mereka menangkap Sultan beserta Raja Muda dan Temenggon

Sejarah Tari Bedhaya Ketawang dan Makna Filosofisnya

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan salah satu pusat penciptaan, kelahiran, pengembangan, dan pelestarian budaya Jawa. Salah satu produk kebudayaan yang masih dilestarikan oleh Keraton Surakarta adalah Tari Bedhaya Ketawang. Tari Bedhaya Ketawang adalah salah satu komposisi tari putri klasik yang dibawakan oleh sembilan orang penari putri yang diiringi oleh Gendhing Ketawang. Kata ketawang berasal dari kata tawang , yang dalam bahasa Jawa berarti langit. Maka secara harfiah Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan suasana langit sebagai tempat tertinggi dengan segala komponennya. Dari segi kedudukan, Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian paling sakral dan paling utama dari seluruh tarian di Keraton Surakarta . Tari Bedhaya Ketawang hanya ditampilkan satu kali dalam setahun yaitu ketika upacara Jumenengandalem (upacara kenaikan takhta Sunan), serta di saat upacara Tingalandalem Jumenengan (upacara peringatan kenaikan takhta Sunan). Sejarah Tari Bedhaya Ketawa

Raja Chulalongkorn dan Pesona Batik Indonesia

Bukti sejarah hubungan erat Indonesia dan Thailand dapat disaksikan dengan jelas dalam 307 potong kain batik berbagai corak yang berasal dari akhir abad ke-19 yang dipamerkan di Museum Tekstil Ratu Sirikit ( Queen Sirikit Museum of Textiles /QSMT), di kompleks Istana Raja Thailand ( Grand Palace ), Bangkok, mulai akhir Oktober 2018 sampai musim semi 2021. Pameran tersebut bertema " A Royal Treasure: Javanese Batik from the Collection of King Chulalongkorn of Siam ", yang memamerkan ratusan k ain batik koleksi Raja Thailand ke-5, Chulalongkorn . Selama masa pemerintahannya yang panjang, Raja Chulalongkorn - atau gelar resminya Raja Rama V - mengunjungi Pulau Jawa ( Hindia Belanda pada saat itu) selama tiga kali antara tahun 1871 dan 1901.  Sejak kunjungan yang pertama, Raja Chulalongkorn menampakan ketertarikannya yang besar terhadap seni batik, sehingga pada kunjungannya yang ke dua dan ke tiga Raja mulai mengoleksi kain batik dari berbagai sentra produksi batik d